Cinta ?
Mungkin semua orang pernah merasakannya. Cinta itu emang fitrah manusia. Emang gak ada salahnya kalau kita mencintai seseorang. Namun, yang salah jika kita lebih mementingkan nafsu kita, dengan berbagai cara seperti pacaran dan kita membiarkan hati ini jatuh kepada orang yang belum berhak untuk kita cintai , yaitu orang yang akan menjadi mahrom kita kelak.
Saya jadi teringat kisah Fatimah dan Ali bin Abi Thalib , yang sangat menyentuh. Seorang Fatimah Az-zahra, putri Rasulullah SAW yang baik budi pekertinya , Inilah kisah cinta suci antara Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra. Cinta sahabat Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra memang luar biasa indah, cinta yang selalu terjaga kerahasiaannya dalam sikap, kata, maupun ekspresi. Hingga akhirnya Allah menyatukan mereka dalam sebuah ikatan suci pernikahan.
Konon, karena saking teramat rahasianya, setan saja tidak tahu urusan cinta diantara keduanya. Sudah lama Ali terpesona dan jatuh hati pada Fatimah, ia pernah tertohok dua kali saat Abu Bakar dan Umar melamar Fatimah. Sementara dirinya belum siap untuk melakukannya.
Namun, kesabaran beliau berbuah manis, lamaran kedua orang sahabat yang sudah tidak diragukan lagi keshalihannya tersebut ternyata ditolak oleh Rasulullah. Hingga akhirnya Ali memberanikan diri, dan ternyata lamarannya yang mesti hanya bermodal baju besi diterima oleh Rasulullah.
Di sisi lain, Fatimah ternyata juga sudah lama memendam cintanya kepada Ali. Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah keduanya menikah, Fatimah berkata kepada Ali,
"Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta kepada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya",
Ali pun bertanya mengapa ia tak mau menikah dengannya, dan apakah Fatimah menyesal menikah dengannya.
Sambil tersenyum Fatimah Az-Zahra menjawab, "Pemuda itu adalah dirimu".
Diceritakan, Ali Bin Abi Thalib waktu itu ingin melamar Fatimah, putri nabi Muhammad saw. Tapi karena dia tidak mempunyai uang untuk membeli mahar, maka ia membatalkan niat itu. Ali segera berhijrah untuk bekerja dan mengumpulkan uang. Pada saat Ali sedang bekerja keras, ia mendengar kabar kalau Abu Bakar ternyata melamar Fatimah. Wah, bagaimana agaknya perasaan Ali, wanita yang sudah dia inginkan dilamar oleh seseorang yang ilmu agamanya lebih hebat dari dia. Tetapi Ali tetap bekerja dengan giat.
Lalu setelah beberapa lama Ali mendengar kabar kalau lamaran Abu Bakar kepada Fatimah ditolak. Ali tertegun dan sedikit bergembira tentunya, kata Ali “waah, saya masih punya kesempatan ”. Setelah mendengar kabar itu, Ali bekerja lebih giat lagi agar cepat mengumpulkan uang dan segera melamar Fatimah. Tapi tak lama setelah itu, Ali mendengar kabar kalau Umar Bin Khatab melamar Fatimah. Wah, sekali lagi Ali mendahulukan orang lain, bagaimana perasaannya? Tapi tak berapa lama Ali mendengar kalau lamaran Umar bin Khatab ditolak. betapa senangnya Ali, mendengar kabar itu.
Tapi tak lama, kesenangan itu kembali pudar karena terdengar kabar lagi, ternyata Utsman bin Affan melamar Fatimah. ini sudah yang ketiga kalinya, kata Ali “mungkin kali ini diterima. Kalaulah Usman tidak melamar Fatimah secepat ini, InsyaAllah tidak lama lagi saya akan melamar Fatimah, tapi , apa hendak dikata , adakah mau mengalah?".
Dan sekali lagi, tidak berapa lama dari itu, kabar ditolaknya lamaran Utsman bin Affan pun terdengar lagi, betapa bahagianya Ali. Semangat Ali untuk melamar Fatimah pun berkobar lagi, dan semangat itu didukung oleh sahabat-sahabat Ali. Kata sahabatnya “ pergilah Ali, lamar Fatimah sekarang, tunggu apa lagi? kamu kan sudah bekerja keras selama ini, kamu juga sudah mengumpulkan harta dan cukup untuk membeli mahar. tunggu apa lagi? Tunggu yang ke4 kalinya? baik cepat!”
Dengan segera Ali memeberanikan diri untuk menghadap ke Nabi Muhammad saw. dengan tujuan melamar Fatimah, dan sahabat-sahabat tahu? lamarannya diterima!
Ternyata memang dari dulu Fatimah az-Zahra sudah mempunyai perasaan dengan Ali dan menunggu Ali untuk melamarnya. Begitu juga dengan Ali, dari dulu dia juga sudah mempunyai perasaan dengan Fatimah az-Zahra. Tapi mereka berdua sabar menyembunyikan perasaan itu sampai saatnya tiba, sampai saatnya Ijab Kabul disahkan. Walaupun Ali sudah merasakan kekecewaan 3 kali mendahulukan orang lain, akhirnya kekecewaan itu terbayar juga.
“Jodoh memang tidak kemana”,dari cerita itu, lebih memperjelas lagi kan bahwa “Cinta itu, mengambil kesempatan , atau mempersilakan yang lain”
Cinta adalah hal fitrah yang tentu saja dimiliki oleh setiap orang, namun bagaimanakah membingkai perasaan tersebut agar bukan Cinta yang mengendalikan Diri kita, Tetapi Diri kita yang mengendalikan Cinta. Mungkin cukup sulit menemukan teladan dalam hal tersebut disekitar kita saat ini. Walaupun bukan tidak ada.. barangkali, kita saja yang tidak mengetahuinya. Dan inilah kisah dari Khalifah ke-4, Suami dari Putri kesayangan Rasulullah tentang membingkai perasaan dan bertanggung jawab akan perasaan tersebut “Bukan janj-janji”
Akhirnya Ali pun menikahi Fatimah az-Zahra
Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan sahabat-sahabatnya tapi Nabi berkeras agar ia membayar bakinya, Itu hutang. Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakar, Umar dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah.
Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti. Ali adalah gentleman sejati.,“Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang.
Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti Ali.
Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian. Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fatimah berkata kepada Ali,
“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda”
Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau menikah denganku? dan Siapakah pemuda itu”
Sambil tersenyum Fatimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”
Mungkin semua orang pernah merasakannya. Cinta itu emang fitrah manusia. Emang gak ada salahnya kalau kita mencintai seseorang. Namun, yang salah jika kita lebih mementingkan nafsu kita, dengan berbagai cara seperti pacaran dan kita membiarkan hati ini jatuh kepada orang yang belum berhak untuk kita cintai , yaitu orang yang akan menjadi mahrom kita kelak.
Saya jadi teringat kisah Fatimah dan Ali bin Abi Thalib , yang sangat menyentuh. Seorang Fatimah Az-zahra, putri Rasulullah SAW yang baik budi pekertinya , Inilah kisah cinta suci antara Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra. Cinta sahabat Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra memang luar biasa indah, cinta yang selalu terjaga kerahasiaannya dalam sikap, kata, maupun ekspresi. Hingga akhirnya Allah menyatukan mereka dalam sebuah ikatan suci pernikahan.
Konon, karena saking teramat rahasianya, setan saja tidak tahu urusan cinta diantara keduanya. Sudah lama Ali terpesona dan jatuh hati pada Fatimah, ia pernah tertohok dua kali saat Abu Bakar dan Umar melamar Fatimah. Sementara dirinya belum siap untuk melakukannya.
Namun, kesabaran beliau berbuah manis, lamaran kedua orang sahabat yang sudah tidak diragukan lagi keshalihannya tersebut ternyata ditolak oleh Rasulullah. Hingga akhirnya Ali memberanikan diri, dan ternyata lamarannya yang mesti hanya bermodal baju besi diterima oleh Rasulullah.
Di sisi lain, Fatimah ternyata juga sudah lama memendam cintanya kepada Ali. Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah keduanya menikah, Fatimah berkata kepada Ali,
"Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta kepada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya",
Ali pun bertanya mengapa ia tak mau menikah dengannya, dan apakah Fatimah menyesal menikah dengannya.
Sambil tersenyum Fatimah Az-Zahra menjawab, "Pemuda itu adalah dirimu".
Diceritakan, Ali Bin Abi Thalib waktu itu ingin melamar Fatimah, putri nabi Muhammad saw. Tapi karena dia tidak mempunyai uang untuk membeli mahar, maka ia membatalkan niat itu. Ali segera berhijrah untuk bekerja dan mengumpulkan uang. Pada saat Ali sedang bekerja keras, ia mendengar kabar kalau Abu Bakar ternyata melamar Fatimah. Wah, bagaimana agaknya perasaan Ali, wanita yang sudah dia inginkan dilamar oleh seseorang yang ilmu agamanya lebih hebat dari dia. Tetapi Ali tetap bekerja dengan giat.
Lalu setelah beberapa lama Ali mendengar kabar kalau lamaran Abu Bakar kepada Fatimah ditolak. Ali tertegun dan sedikit bergembira tentunya, kata Ali “waah, saya masih punya kesempatan ”. Setelah mendengar kabar itu, Ali bekerja lebih giat lagi agar cepat mengumpulkan uang dan segera melamar Fatimah. Tapi tak lama setelah itu, Ali mendengar kabar kalau Umar Bin Khatab melamar Fatimah. Wah, sekali lagi Ali mendahulukan orang lain, bagaimana perasaannya? Tapi tak berapa lama Ali mendengar kalau lamaran Umar bin Khatab ditolak. betapa senangnya Ali, mendengar kabar itu.
Tapi tak lama, kesenangan itu kembali pudar karena terdengar kabar lagi, ternyata Utsman bin Affan melamar Fatimah. ini sudah yang ketiga kalinya, kata Ali “mungkin kali ini diterima. Kalaulah Usman tidak melamar Fatimah secepat ini, InsyaAllah tidak lama lagi saya akan melamar Fatimah, tapi , apa hendak dikata , adakah mau mengalah?".
Dan sekali lagi, tidak berapa lama dari itu, kabar ditolaknya lamaran Utsman bin Affan pun terdengar lagi, betapa bahagianya Ali. Semangat Ali untuk melamar Fatimah pun berkobar lagi, dan semangat itu didukung oleh sahabat-sahabat Ali. Kata sahabatnya “ pergilah Ali, lamar Fatimah sekarang, tunggu apa lagi? kamu kan sudah bekerja keras selama ini, kamu juga sudah mengumpulkan harta dan cukup untuk membeli mahar. tunggu apa lagi? Tunggu yang ke4 kalinya? baik cepat!”
Dengan segera Ali memeberanikan diri untuk menghadap ke Nabi Muhammad saw. dengan tujuan melamar Fatimah, dan sahabat-sahabat tahu? lamarannya diterima!
Ternyata memang dari dulu Fatimah az-Zahra sudah mempunyai perasaan dengan Ali dan menunggu Ali untuk melamarnya. Begitu juga dengan Ali, dari dulu dia juga sudah mempunyai perasaan dengan Fatimah az-Zahra. Tapi mereka berdua sabar menyembunyikan perasaan itu sampai saatnya tiba, sampai saatnya Ijab Kabul disahkan. Walaupun Ali sudah merasakan kekecewaan 3 kali mendahulukan orang lain, akhirnya kekecewaan itu terbayar juga.
“Jodoh memang tidak kemana”,dari cerita itu, lebih memperjelas lagi kan bahwa “Cinta itu, mengambil kesempatan , atau mempersilakan yang lain”
Cinta adalah hal fitrah yang tentu saja dimiliki oleh setiap orang, namun bagaimanakah membingkai perasaan tersebut agar bukan Cinta yang mengendalikan Diri kita, Tetapi Diri kita yang mengendalikan Cinta. Mungkin cukup sulit menemukan teladan dalam hal tersebut disekitar kita saat ini. Walaupun bukan tidak ada.. barangkali, kita saja yang tidak mengetahuinya. Dan inilah kisah dari Khalifah ke-4, Suami dari Putri kesayangan Rasulullah tentang membingkai perasaan dan bertanggung jawab akan perasaan tersebut “Bukan janj-janji”
Akhirnya Ali pun menikahi Fatimah az-Zahra
Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan sahabat-sahabatnya tapi Nabi berkeras agar ia membayar bakinya, Itu hutang. Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakar, Umar dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah.
Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti. Ali adalah gentleman sejati.,“Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang.
Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti Ali.
Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian. Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fatimah berkata kepada Ali,
“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda”
Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau menikah denganku? dan Siapakah pemuda itu”
Sambil tersenyum Fatimah berkata, “Ya, karena pemuda itu adalah Dirimu”
Comments
Post a Comment